artikel tentang hadis,ijma dan qiyas
NAMA : IRWANSYAH
KELAS : X
JURUSAN
: MULTIMEDIA (A)
smk negeri 1 kuala tungkal
1. Pengertian Al Qur'an secara etimologi
(bahasa)
Ditinjau dari bahasa, Al Qur'an berasal dari bahasa
arab, yaitu bentuk jamak dari kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca
berulang-ulang. Konsep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai pada salah satu
surah al Qur'an yaitu pada surat al Qiyamah ayat 17 - 18.
2. Pengertian Al Qur'an secara terminologi
(istilah islam)
Secara istilah, al Qur'an diartikan sebagai kalm Allah
swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat, disampaikan
dengan jalan mutawatir dari Allah swt sendiri dengan perantara malaikat jibril
dan mambaca al Qur'an dinilai ibadah kepada Allah swt.
Al Qur'an adalah murni wahyu dari Allah swt, bukan
dari hawa nafsu perkataan Nabi Muhammad saw. Al Qur'an memuat aturan-aturan
kehidupan manusia di dunia. Al Qur'an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang
beriman dan bertaqwa. Di dalam al Qur'an terdapat rahmat yang besar dan
pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Al Qur'an merupakan petunjuk yang
dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang.
3. Pengertian Al Qur'an menurut Para
Ahli
Berikut ini pengertian al Qur'an menurut beberapa ahli
:
a. Muhammad Ali ash-Shabuni
Al
Qur'an adalah Firman Allah swt yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw penutup
para nabi dan rasul dengan perantaraan malaikat Jibril as, ditulis pada
mushaf-mushaf kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, membaca dan
mempelajari al Qur'an adalah ibadah, dan al Qur'an dimulai dengan surat al
Fatihah serta ditutup dengan surah an nas
b. Dr. Subhi as-Salih
Al Qur'an adalah kalam Allah swt merupakan mukjizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan
dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
c. Syekh Muhammad Khudari Beik
Al Qur'an adalah firman Allah yang berbahasa arab
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk dipahami isinya, disampaikan kepada
kita secara mutawatir ditulis dalam mushaf dimulai surat al Fatihah dan
diakhiri dengan surat an Nas.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat kita
simpulkan bahawa al Qur'an adalah wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw dengan perantara malaikat jibril, disampaikan dengan jalan
mutawatir kepada kita, ditulis dalam mushaf dan membacanya termasuk ibadah. Al
Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw selama
kurang lebih 22 tahun.
Hadits adalah perkataan dan perbuatan
dari Nabi Muhammad
SAW. Hadits sebagai sumber hukum dalam
agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.
Pengertian Hadits
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan
tingkah laku dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut istilah ulama ahli hadits,[siapa?] hadits yaitu apa yang
diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya
(Arab: taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah
diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan terkadang juga sebelumnya. Sehingga, arti hadits di
sini semakna dengan sunnah.
Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan
dengan sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan,
ketetapan maupun persetujuan dariNabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata
tersebut adalah kata benda.
Struktural Hadits
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad
(rantai penutur) dan matan (redaksi). Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahya
sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah
SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian
sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
(hadits riwayat Bukhari)
Berdasarkan Tingkat Keaslian Hadits
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting
dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap
hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4
tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'.
Hadits Shahih, yakni tingkatan
tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
Sanadnya bersambung; Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki
sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya,
dan kuat ingatannya. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz)
serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.
Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg
adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
Hadits Dhaif (lemah), ialah
hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas,
munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak
kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
Hadits Maudu, bila hadits
dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang
memiliki kemungkinan berdusta.
Jenis-Jenis Hadits Yang Lain
Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi
di atas antara lain:
Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits yang
hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi
yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
tepercaya/jujur.
Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits
yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu
Hajar Al Atsqalani bahwa hadits Mu'allal ialah hadits
yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini
biasa juga disebut hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu'tal
(hadits sakit atau cacat)
Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama
dan kontradiksi dengan yang dikompromikan.
Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan
ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau
sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga
pengertiannya berubah.
Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya.
Hadits Syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi
orang yang tepercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan
dari perawi-perawi yang lain.
Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya karena
diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada
cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi,
hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
ijma
Definisi Ijma’
Ijma
secara
etimologi adalah sepakat. Sedangkan menurut ulama
ushul fiqihadalah kesepakatan semua mujtahid muslim pada suatu masa
setelah wafatnyaRasulullah atas
hukum syara‟ mengenai
suatu kejadian.
Apabila ada suatu
peristiwayang pada saat terjadinya diketahui oleh semua mujtahid kemudian
mereka sepakatmemustuskan hukum atas peristiwa tersebut, maka kesepakatan
mereka disebut ijma
kesepakatan mereka
mengenai peristiwa tersebut digunakan sebagai dalil bahwa
hukum itu adalah hokum
syara‟ atas suatu kejadian . dalam definisi disebutkan “setelahwafatnya Rasul”
karena semasa hidupnya, beliau sendiri adalah sebagai rujukanhukum syara‟,
sehingga tidak mungkin ada perbedaan hukum syara‟ juga tidak ada
kesepakatan. Karena
kesepakatan hanya bisa terwujud dari beberapa orang
Kekuatan Ijma’ Sebagai Hujjah
Bila kekempat unsur ijma‟
tersebut terpenuhi yakni setelah wafatnya Rasul
dapat di data jumlah seluruh mujtahid
dunia Islam dari berbagai Negara, bangsa dankelompok, kemudian peristiwa itu
diajukan kepada mereka unutk mengetahuihukumnya, dan seluruh mujtahid tersebut
mengemukakan pendapat hukumnya
Macam-macam Ijma
macam ijma‟ bila dilihat dari cara
terjadinya ada dua
1. Ijma Sharih maksudnya, semua mujtahid
mengemukakan pendapat mereka masing-masing, kemudian menyepakati salah satunya
2 . Ijma Sukuti dikatakan sah bila
memenuhi beberapa kriteria di bawah ini :a)
Diamnya para mujtahid itu betul-betul
tidak menunjukkanadanya kesepatakanatau penolakan b)
Keadaan diamnya para mujtahid itu cukup
lamac)
Permasalahan yang difatwakan oleh mujtahid
tersebutadalah permasalahanijtihadi, yang bersumberkan dalil-dalilyang bersifat
zhanni.
ijma‟nya.Dengan demikian
ijma‟ yang dapat dijadikan argumentasi (
Hujjah
) hanyalah ijma‟
para
sahabat. Karena pada masa itu mereka masih berdomisili
dalam suatu jazirah dan
belum berpencar di berbagai negara sehingga memungkinkan terjadinya ijma‟. Akantetapi
pada masa tabi‟in berhubung sudah berpencar di berbagai negara hin
gga sulitmengadakan
pertemuan diantara mereka. Maka benarlah sesungguhnya jika ulama
mengatakan bahwa tidak
ada ijma‟ yang dispakati dan diterima oleh semua ulama,kecuali ijma‟nya para
sahabat. Dan dapat disimpulkan bahwa masa sekarang ini tidak
mungkin
terjadinya ijma‟.
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu
perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan
dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu
sehingga dihukumi sama.
Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya
darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada
masa-masa sebelumnya
Rukun
Qiyas
Rukun Qiyas ada empat;
Al-ashl (pokok)
Al-ashl ialah sesuatu
yang telah ditetapkan ketentuan hukumnya berdasarkan nash, baik berupa Quran maupun Sunnah.
1. Al-ashl tidak mansukh. Artinya hukum syara' yang akan menjadi sumber pengqiyasan itu
masih berlaku pada masa hidupRasulullah. Apabila telah dihapuskan ketentuan
hukumnya, maka ia tidak dapat menjadi al-ashl.
2. Hukum syara'.
Persyaratan ini sangat jelas dan mutlak, sebab yang hendak ditemukan ketentuan
hukumnya melalui qiyas adalah hukum syara', bukan ketentuan hukum yang lain.
3. Bukan hukum yang
dikecualikan. Jika al-ashl tersebut merupakan pengecualian, maka
tidak dapat menjadi wadah qiyas.
Al-far'u (cabang)
Al-far'u ialah masalah
yang hendak diqiyaskan yang tidak ada ketentuan nash yang menetapkan hukumnya.
1. Sebelum diqiyaskan
tidak pernah ada nash lain yang menentukan hukumnya.
2. Ada kesamaan antara
'illah yang terdapat dalam al-ashl dan yang terdapat dalam al-far'u.
3. Tidak terdapat
dalil qath'i yang kandungannya berlawanan dengan al-far'u.
4. Hukum yang terdapat
dalam al-ashl bersifat sama dengan hukum yang terdapat
dalam al-far'u.
Hukum Ashl
Hukum Ashl adalah
hukum yang terdapat dalam masalah yang ketentuan hukumnya itu ditetapkan oleh nash tertentu, baik dariQuran maupun Sunnah.
1. Hukum tersebut
adalah hukum syara', bukan yang berkaitan dengan hukum aqliyyah atau adiyyah dan/atau lughawiyah.
2. 'Illah hukum tersebut dapat ditemukan, bukan
hukum yang tidak dapat dipahami 'illahnya.
4. Hukum ashl tetap berlaku setelah waftnya Rasulullah, bukan ketentuan hukum yang sudah
dibatalkan.
'Illah
'Illah adalah suatu
sifat yang nyata dan berlaku setiap kali suatu peristiwa terjadi, dan sejalan
dengan tujuan penetapan hukum dari suatu peristiwa hukum.
Mengenai rukun ini,
agar dianggap sah sebagai 'illah, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai
berikut:
1. Zhahir, yaitu 'illah mestilah suatu sifat yang jelas dan
nyata, dapat disaksikan dan dapat dibedakan dengan sifat serta keadaan yang
lain.
2. 'Illah harus mengandung hikmah yang sesuai
dengan kaitan hukum dan tujuan hukum. Dalam hal ini, tujuan hukum adalah jelas,
yaitu kemaslahatan mukallaf di dunia dan akhirat, yaitu melahirkan manfaat atau
menghindarkan kemudharatan.
3. Mundhabithah, yaitu 'illah mestilah sesuatu yang
dapat diukur dan jelas batasnya.
4. Mula'im wa munasib, yaitu suatu 'illah harus memiliki
kelayakan dan memiliki hubungan yang sesuai antara hukum dan sifat uang
dipandang sebagai 'illah.
5. Muta'addiyah, yaitu suatu sifat yang terdapat bukan hanya pada peristiwa yang ada nash
hukumnya, tetapi juga terdapat pada peristiwa-peristiwa lain yang hendak
ditetapkan hukumnya.
SEMOGA BERMANFA’AT
DAN SEMOGA SUKSES
TERIMA KASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar